Apakah Cinta Berarti Harus Pacaran?
oleh: may huma tercinta
Rasa cinta adalah kodrat yang diberikan Tuhan kepada umat
manusia. Rasa cinta ini membuat manusia saling menyayangi.
Menyayangi keluarganya, guru-gurunya, teman-temannya,
dan bahkan pasangan hidupnya.
Rasa cinta tumbuh tanpa mengenal usia. Kebanyakan rasa
cinta kepada lawan jenis mulai muncul ketika seseorang
memasuki masa remaja. Remaja adalah kondisi dimana
seseorang merasa tanggung. Kebanyakan remaja labil/tidak
bisa berfikir rasional dalam menyalurkan rasa cintanya. Hal ini
dibuktikan dengan semakin maraknya bentuk hubungan tanpa
status yang disebut pacaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacaran didefinisikan
sebagai bentuk hubungan berkasih sayang yang dijalin oleh
seorang laki-laki dan perempuan diluar nikah. Isu pacaran sudah
merebak dan berkembang biak di kalangan masyarakat kita
yang notabene adalah Negara dengan penduduk islam
terbesar di dunia.
Pacaran bisa terjadi ketika seorang remaja tidak mampu
mengendalikan perasaannya sendiri. Dia lebih memilih untuk
mengutarakan perasaannya kepada seseorang yang dicintainya.
Istilah yang biasa muncul adalah “menembak”. Ketika
seseorang yang ditembak menyambut rasa cinta tersebut,
maka terjadilah pacaran.
Kebanyakan remaja menganggap pacaran merupakan satu-
satunya solusi yang bisa mereka lakukan supaya tidak
kehilangan seseorang yang dia cintai sementara mereka belum
cukup umur juga mampu-secara psikis maunpun finansial-
untuk melangsungkan sebuah pernikahan.
Seorang remaja dengan komitmen dan pemahaman agama
yang benar, juga mampu mengendalikan perasaanya, bisa
terhindar dari virus pacaran. Mengendalikan perasaan menjadi
salah satu tonggak yang sangat penting dalam hal ini. Karena
banyak sekali fakta seseorang dengan pemahaman agama
yang dalam masih terjangkit virus ini.
Kenapa pacaran dikatakan virus? Karena pacaran
menimbulkan berbagai dampak buruk bagi pelaku dan
lingkungannya. Salah satunya adalah zina. Sudah dijelaskan
secara gamblang dalam agama islam, surat Al-Israa’ ayat 32,
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” Sayangnya,
kebanyakan remaja kita salah dalam mendefinisikan zina.
Mereka beranggapan bahwa seseorang bisa dikatakan zina jika
melakukan hubungan seksual. Padahal definisi zina tidak
sesederhana itu.
Yang tidak banyak remaja ketahui, zina dikategorikan menjadi
dua macam. Zina kecil dan zina besar/zina sebenarnya. Zina
kecil meliputi zina mata, zina lisan, zina tangan, dan zina hati.
Zina mata terjadi jika kita memandang lawan jenis dengan
perasaan senang. Disinilah biasanya muncul perasaan sayang
itu. Bahkan pantun sajamengatakan “dari mata turun ke hati.”
Apakah mungkin pacaran tanpa memandang seorang pacar
yang begitu kita cintai? Tentu saja jawabannya tidak
mungkin. Setelah memandang, zina lisanpun akan menyusul.
Mengatakan suka/sayang untuk kemudian meminta dia
sebagai pacar kita adalah bentuk dari zina lisan itu sendiri.
Setelah terjadi suatu bentuk pacaran, maka zina tangan akan
muncul dengan dalih ingin melindungi yang terkasih dan lain
sebagainya. Sehingga semakin mendorong zina hati datang
dengan cara memikirkan atau menghayalkan pacar kita
dengan perasaan senang. Lama-kelamaan zina sebenarnya
akan semakin sulit dihindari. Pacaran tanpa pertemuan dua
insan sama sekali tentu tidak mungkin. Padahal hadist riwayat
At-Tirmidzi jelas mengatakan, “ Sungguh tidaklah seorang laki-
laki bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita, kecuali
yang ketiga dari keduanya adalah setan.”
Dari gambaran di atas, pacaran tanpa menimbulkan zina
tentu saja suatu hal yang mustahil. Dan apakah tidak berdosa
orang yang berpacaran untuk kemudian akan dinikahi? Tentu
saja tetap berdosa. Ketika dia melakukan hubungan, seperti
memegang tangan misalnya, saat masih berpacaran tetap saja
hukumnya dosa. Lantas apakah ketika sudah menjadi suami
istri dosa itu akan terhapus oleh pernikahannya? Tidak. Dosa
ketika masih berpacaran tidak bisa dihapus oleh sebuah
pernikahan.
Yang kita tahu trend pacaran merebak di berbagai tempat
dan media. Hampir segala macam media gossip selalu menyorot
kemesraan pasangan selebriti. Parahnya lagi, hal ini disiarkan di
TV dan disaksikan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk
anak kecil dan remaja. Mereka bisa dengan bangga
memperkenalkan pacarnya padahal sesungguhnya dia sedang
membuka aibnya sendiri. Membuka dosanya pada khayalak
umum. Bukankah mencintai tidak harus disalurkan dalam
bentuk pacaran? Ada banyak hal yang bisa kita lakukan
untuk mengendalikan perasaan kita.
Sebagai remaja dengan banyaknya waktu yang kita miliki, kita
bisa mengikuti berbagai ekstrakulikuler yang sudah disediakan
sekolah untuk mengasah dan menggali potensi yang
tersembunyi. Menyibukkan diri belajar lebih giat untuk menjadi
juara, atau bahkan membantu orang tua. Baik melakukan
pekerjaan rumah atau bahkan membantu bekerja. Kita bisa
mengisi waktu dengan melakukan hobi yang kita sukai. Seperti
menulis, desain, fiotografi, dan lain sebagainya secara
konsisten. Mengikuti berbagai event untuk mengukur
kemampuan kita dan melihat persaingan di dunia luar. Hal ini
tentu akan menambah pengalaman dan menguntungkan
dibandingkan hanya berkutat dengan pacar kita saja.
Menghabiskan waktu berduaan yang ujung-ujungnya bisa
menjadi penyesalan.
Kita juga harus merubah pandangan masyarakat bahwa tidak
mempunyai pacar adalah suatu kebanggaan atas kebebasan
yang kita punyai. Selain itu kita juga harus meneguhkan
pendirian bahwa kita tidak perlu merasa menyesal jika kita
kehilangan seseorang yang kita cintai saat ini. Karena cinta
yang sesungguhnya telah dipersiapkan Tuhan, dan cara
menjemputnya adalah dengan terus memperbaiki diri.
Keyakinan kita kepada Tuhan adalah benteng utama yang
harus terus ditumbuhkan di dalam pikiran, ucapan, dan hati
kita.
Cinta tidak berarti harus berpacaran. Bukankah di awal sudah
dikatakan dengan jelas bahwa rasa cinta adalah anugrah
Tuhan? Jadi sebagai pemuda kita harus memahami dasar cinta
itu berasal. Jika kita meyakini bahwa cinta berasal dari Tuhan,
maka kita akan mengikuti apa yang diperintahkan-Nya dan
menjauhi larangan-Nya sebagai bentuk rasa cinta kita
terhadap Tuhan. Tidak perlu malu dianggap kolot, kuno, atau
kampungan hanya karena tidak punya pacar. Kita justru harus
bangga tidak berpacaran. Tidak melakukan hal yang mendekati
zina. Meskipun berteman dengan semua orang harus tetap
dilakukan. Menemukan berbagai koneksi yang akan
memudahkan jalan masa remaja kita menuju prestasi.
Apakah cinta berarti harus pacaran? Jawabannya tidak.